Wednesday, June 9, 2010
INTERVIEW DENGAN PEPENG NAIF
Di sini kami tidak akan memperkenalkan lagi seorang ‘Pepeng’ yang sudah berkecimpung di dunia musik selama 1 dekade bersama salah satu band nya ‘NAIF’. Sosok drummer di Indonesia memang masih kurang untuk ‘digila-gilai’. Apakah karena posisi bermainnya di atas panggung yang sudah kepenuhan tertutup alat (lihat saja band – band jaman prog-rock atau prog-jazz )?? Entahlah, tapi saya ’Ke’ nyata – nyatanya lebih memperhatikan bassist dan drummer karena beat yang dihasilkan. Ya sudah cukuplah fans dari para vocalist & guitarist.
Berikut interview kami dengan pepeng Naif yang sangat menyukai Ringo Starr, Phill Collins, dan mengaku kalau mau ngobrol atau ketemu harus menjadi bagian dari kesibukannya, dan Pepeng akan diberikan pertanyaan oleh para fans yang tidak rajin mengikuti, pertanyaan dari interviewer, serta pertanyaan pilihan.
Pertanyaan titipan dari penggemar NAIF yang gak ikutan fans club nya NAIF jadi sorry neh kalau lo udah bosan ditanyain sama hal ini:
a.Indra ‘Kobun’ & Bahtiar:
Kenapa milih Avi sebagai model video klip?
Pep:
Sebenernya bukan kami (NAIF) yang milih. Itu berdasarkan ide dari sutradara klip Posesif, si Platon Theodoris (ke mana pula itu orang sekarang?). Tapi pas kami liat konsepnya dan ngecek fotonya Avi (alm), entah kenapa, kami langsung suka aja.
Te-Ke: Iya, Platon ke mana ya?? Kalo goyang off beat, kabar terakhir pulang ke Yunani, band yg sempat gw urus yaitu ’Kebunku’ pernah dibuatin klip juga di tahanan Tanggerang....ancur banget tuh si Platon
b.Big B:
Pernah gak buat lagu terinspirasi dari film bokep, dan apa judul lagunya (kalau ada)?
Pep:
Di album NAIF ketiga – Titik Cerah – ada sebuah lagu yang judulnya Electrified. Bercerita tentang nafsu birahi seorang laki-laki terhadap perempuan. Sedikit banyak liriknya – kebetulan gue yang bikin – terinspirasi dari pengalaman sex dan film bokep. Hahaha.
c.Randu:
Kecelakaan paling parah yang pernah lo alamin? Pilih cewek pinter atau cewek ’liar’?
Pep:
Cewek? Hmmm… Pengennya sih yang pintar sekaligus bisa liar.
Kecelakaan? Ini nih:
1.Waktu SMP kelas 1 gue pernah keseret bis Mayasari Bhakti sejauh kurang lebih 10 m.
2.Awal tahun 2009 lalu jari manis dan tengah kiri gue patah karena nahan mobil vintage gue yang mundur sewaktu diparkir di rumah Baja (MD Oz Fm Jakarta). Padahal mobil udah direm tangan, dimasukin gigi 1, plus ban belakang kanan udah ditahan pake balok. Emang lagi apes aja.
d. Tiwi:
Butuh waktu latihan berapa lama untuk menjadi seorang drummer yang handal seperti Anda?
Pep:
Pertama-tama, sepertinya mesti saya tekankan dulu bahwa saya bukan drummer handal, dan nggak pernah ngerasa handal. Begitu, neng Tiwi.
Saya belajar drum secara otodidak (dan saya bangga sekali dengan keotodidakan saya ini bisa mencapai hasil yang seperti ini... Alhamdulillah) sejak SMP kelas 2 (umur 14 tahun, kayaknya), dan sejak itu selalu berproses. Bahkan sekarang pun saya masih sering ngerasa kalo saya ini sedang belajar drum. Jadi, berapa lama tuh? Hehe.
1.Pertanyaan interview Te-Ke:
Pertanyaan dari Te:
a.Apakah lo tipe orang yang sangat mengikuti mood lo dalam menciptakan sebuah lagu atau tetap mengikuti lagu yang ada?
Pep:
Sejak NAIF mencapai album keempat (Retropolis, 2005) gue udah ngeset diri gue untuk nggak selalu tergantung pada mood, yang seringkali bikin kita mandeg berkarya. Gue selalu usahakan untuk ngejalanin apa yang ada. Kebetulan ide sering ada aja nongol. Biasanya setelah itu akan gue catat/rekam dengan media apa aja, untuk kemudian gue teruskan di saat ada kesempatan. Dan itu gue terapkan ke segala hal, bukan cuma urusan bikin lagu doang.
b.Posisi lo sebagai drummer di Indonesia, keunikan serta uniqueness di antara banyak drummer? Instrumen apa lagi yang bisa lo mainkan?
Pep:
Gue sebenernya kurang ngerti yang elo maksud dalam pertanyaan pertama. Keunikan gue di antara drummer-drummer lain? Waah... Gue nggak tau. Mustinya elo nanya ini ke orang lain, jangan gue. Tapi kalo gue boleh jawab agak melenceng dikit dari pertanyaannya: Gue ini tipe drummer jalanan. Gue bukan drummer sekolahan. Gue bukan drummer handal dan nyekill banget mainnya. Tapi gue berusaha menyatu banget sama setiap lagu yang gue mainin. Gue nggak akan berusaha sok mahir atau gimana, karena itu nggak akan ngaruh dalam telinga orang, dan nggak akan ada gunanya untuk kita selain bikin capek sendiri aja. Nah, kalo ada kesempatan (atau disuruh) solo drum, barulah gue akan main semampu gue, dengan tetep memperhatikan nilai ”asik untuk didengerin”. Ngesoul aja, bukan main ribet.
Selain drum, gue bisa main gitar, dan bahkan pernah bisa main lead gitar yang ribet. Tapi lama-lama karena gue konsen di drum, kemampuan bergitar gue nggak tereksplor dengan maksimal. Ditambah lagi kecelakaan jari gue tadi, bikin gue nggak lancar lagi main gitar.
c.Sebenarnya menurut lo apa yang harus dimiliki seorang drummer sampai bisa dikatakan sebagai ‘drummer kawakan’? Buat lo sendiri siapa drummer yang lo idolakan?
Pep:
Yang disebut kawakan itu adalah orang yang berpengalaman. Jadi seorang drummer kawakan itu haruslah udah memiliki jam terbang yang tinggi, sebagai seorang drummer. Nggak harus berusia tua, tapi kalo udah banyak pengalamannya yaa bisa aja disebut kawakan.
Drummer idola gue? Banyak. Dan masing-masing memiliki alasan tertentu. Nih, gue sebutin satu persatu.
Dari bule:
1.Roger Taylor (DuranDuran). Dialah orang yang petama kali bikin gue tertarik untuk ngedrum.
2.Phil Collins (Genesis). Buat gue, dia itu pandai memilih sound yang enak untuk setiap lagu yang dia mainkan, dan sekaligus multitalenta. Dia juga orangnya dinamis. Nggak bisa diem. Abis Genesis, bikin album solo, bikin soundtrack dan scoring film, main film, bikin big band. Dan segudang ide dan konsep dia lainnya. I salute him!
3.Richard Starkey a.k.a Ringo Starr (The Beatles, the one and only). Dia jenius dalam membentuk pola permainan. Itulah keunikannya. Tapi Sir Ringo nggak gue taro di nomer 1, karena gue baru ngeh kejeniusannya ini setelah gue gede. Walaupun The Beatles adalah kaset barat pertama yang gue denger, gue suka dan gue rela beli sendiri dengan uang gue dengan bersepeda. Waktu itu gue masih sekitar kelas 3 SD.
4.Jimmy Chamberlain (Smashing Pumpkins). Isian drumnya padat, tapi nggak berkesan sok nyekill. Dia tetep bisa menahan ego dan emosinya untuk menyatu dengan lagu. Itu sangatlah sulit untuk orang sedahsyat dia.
5.Dave Grohl (Nirvana). He’s the one! Walaupun gue taro namanya di urutan akhir, tapi dia yang belakangan ini paling berpengaruh untuk gue. Dia hampir punya banyak kesamaan dengan idola gue yang lain: Phil Collins dan Ringo Starr. Apa itu? Dave itu jenius (menurut gue), multitalenta dan selalu kreatif. Nggak bisa diem. Bikin ini, bikin itu, dan semua karyanya bagus.
Sebenernya gw agak kaget bahwa lo tidak memasukan ’jon bonham’ dalam list ini hehehe
Nah, kalo dari Indonesia... Umm, maap-maap aja, sepertinya gue harus bilang bahwa banyak drummer kita yang masih belum bisa meng-invent sumthing. Mereka masih banyak terpengaruh sama idola-idola mereka. Nggak nemuin ciri sendiri, gitu. Dan mereka masih terlalu membanggakan skill mereka, sehingga sering perang sama lagu yang mereka mainin.
Tapi, tetep, permainan para drummer kita nggak kalah keren dari para bule dan negara-negara lainnya.
Nama drummer dari Indonesia yang bisa gue anggap sebagai idola gue cuma 2 aja:
1.Budi Haryono (ex-GIGI, sekarang Tiket). Dia drummer yang kreatif dalam memainkan pola drummingnya. Mungkin karena Mas Budi juga membekali dirinya dalam bidang tetabuhan Sunda.
2.Murry (Koes Plus). Yang ini nggak ada matinya! Permainannya hampir sama uniknya dengan Ringo. Dan Om Murry juga menulis lagu. Gue salut dan bangga kalo ada drummer yang juga penulis lagu.
d.Hal apa yang paling lo tentang sebagai cowok?
Pep:
Gue nggak bermaksud menentang. Tapi gue paling sebel dengan perempuan penganut feminis. Dan gue akan bisa berdebat panjang kalo udah ngomongin soal emansipasi sama perempuan. Siapa aja. So, lebih baik nggak usah ngomongin panjang lebar soal pertanyaan dan jawaban ini yaaa.... Hehe. Setuju....
e.Kita tau dalam bermain musik sebuah band mempunyai materi, emosi dan ’attitude’. Apakah lo adalah orang yang merasa skill dalam sebuah band itu perlu, atau justru salah satu di antaranya? Yang mana yang paling susah untuk lo terapkan, atau malah justru fatalist?
Pep:
Skill dalam sebuah band itu perlu. Tanpa skill, band nggak akan berarti apa-apa. Walaupun skillnya cuma bermain ritem aja.
Tapi, skill bukanlah segalanya. Kalo elo bisanya ritem, ya main ritem aja yang bener. Kalo bisa, jadilah pemain ritem yang baik. Bukan berarti kita nggak boleh maju. Berusaha untuk lebih, boleh aja. Sangat boleh, malahan. Tapi tetep harus sadar diri dan berusaha kontrol saat lagi ngeband.
Materi lagu, emosi dan attitude itu harus bisa kawin. Terlebih saat kita perform di atas panggung. Terlalu memberatkan unsur emosi (tanpa ada attitude) maka akan terasa asik sendiri, ngelupain penonton. Tapi, terlalu ber-attitude, malah bakalan jadi sok asik. Hehe. Semua harus seimbang.
Memang sulit untuk ngedapetin semua unsur itu (dan Alhamdulillah, NAIF gue rasa bisa dianggap punya semua unsur itu), tapi gue percaya: dengan lebih banyak berusaha, hasilnya akan keliatan.
f.Menurut lo bagaimana tentang musik di Indonesia sekarang? Dengan keadaan selera masyarakat yang menurun, bahasa yang campur aduk?
Pep:
Yaah... Mau gimana lagi? Yang penting gue dan teman-teman gue di NAIF (dan gue harap semua musisi berpikir sama dengan gue) nggak akan bikin karya yang cheesy hanya demi kesuksesan di industri aja.
g.Bener apa nggak kalo orang bilang mau cepet kaya atau terkenal yah bikin band aja?
Pep:
Nggak banget! Banyak profesi lain yang lebih menjanjikan. Jangan pernah main band cuma pengen ngetop, kaya, dan digilai penggemar! Ada tanggung jawab yang lebih besar di balik itu semua!
h.Band sekarang, lokal dan luar negeri yang lo anggep OK?
Pep:
Sekarang gue ngeliat sebuah band itu OK atau nggak, bukan sekedar dari musiknya aja; tapi juga dari pergerakannya. Seberapa gigihnya mereka bertahan di industri yang kejam.
Dari lokal, gue salut sama The S.I.G.I.T, White Shoes And The Couples Company, Mocca, Navicula, dan Efek Rumah Kaca. Mereka punya gerakan yang luar biasa!
Dari luar negeri, gue justru belum ngeliat ada yang istimewa lagi setelah Foo Fighters, System Of A Down, Travis dan Muse.
i.Apa penilaiannya kalo lo denger pertama kali lagu dan bisa lu katakan OK buat lo? Aransemennya, beatnya, apa liriknya??? Dan bagaimana menurut lo soal lagu yang jualan banget? Apa sih yang menurut lo jualan banget?
Pep:
Udah pasti beat lagunya. Kalo bikin ngangguk-ngangguk (walaupun lagu slow), berarti kita udah kesangkut. Barulah melodi lagu mengikuti di belakangnya. Kalo kita udah sing along sama lagunya, berari udah bisa dibilang suka sama lagu itu. Naah, lirik barulah terakhir. Biasanya urutannya gitu.
Lagu yang jualan? Gue percaya sebenernya apa aja bisa dijual. Tergantung seberapa hebat ilmu komunikasinya aja. Ngejual itu nggak harus masiv lho! Semua produk itu punya kelasnya masing-masing. Punya pasarnya masing-masing. Kita harus kenal dulu sama produk kita, dan tau sasaran kita. Kalo ternyata pasarnya nggak besar, jangan buru-buru mau besar. Maksimalin aja dulu semua yang kita punya, baru bikin plan yang lebih besar untuk kemudian hari. Giitttuu...
Pertanyaan dari Ke:
a.Hadiah ulang tahun apa yang paling ancur yang pernah lo kasih ke kenalan lo? (Nah, batu nisan mungkin??)
Pep:
Sejauh gue bisa mengingat, gue nggak pernah ngasih kado yang nggak-nggak ke temen gue. Apalagi yang ancur. Kalopun awalnya ngerjain dia, tapi endingnya selalu yang asik-asik aja. Minimal, setidaknya ngasih ucapan yang layaklah.
b.Pada saat sekarang ini, dengan posisi elo sudah berkarya selama 1 dekade, apakah pernah ada terpikir untuk bertanggung jawab terhadap masyarakat dalam menghasilkan karya yang baik sehingga bisa membentuk ’kualitas lagu’ / ’selera’ masyarakat?
Pep:
Sejak awal gue berkarya, gue selalu berusaha untuk ngasih yang terbaik bagi orang. Apapun tujuan karya itu. Dan gue yakin temen-temen di NAIF yang lain juga begitu.
Seperti yang gue bilang tadi, ada tanggung jawab yang besar di balik profesi dan hasil kerja kita.
c.Setau gue, NAIF sudah beberapa kali mengganti manajer. Nah, sebenarnya bagaimana seorang manajer yang kompeten dan elo harapin, sampai manakah job desknya? Apakah ke depannya tertarik untuk membentuk sebuah artis manajemen?
Pep:
Gue secara pribadi nggak pernah kepikiran untuk bikin manajemen artis. Tapi NAIF secara company pernah mengangkat issue itu sih. Cuma belum tau akan terealisasi kapan. Manajemen NAIF band sih sekarang ini udah pake bendera Superstar Management. Tapi belum menjalankan fungsi manajemen artis profesional dengan berbagai produknya. Artisnya baru NAIF aja. Hehe.
Buat gue, manajer band yang kompeten itu yang bisa mengangkat si artisnya dari berbagai sisi. Nggak cuma nyariin job doang, tapi juga bisa membentuk image dari si artis, dan bisa memperhitungkan semuanya dari sisi bisnis.
d.Apa pekerjaan lo sehari–hari? Apakah ada pekerjaan sampingan yang gak bisa ditebak orang? (bandar bajaj, mungkin??)
Pep:
Hehehe... Pekerjaan gue sehari-hari itu berproyek aja. Mikirin konsep. Berbagai konsep. Apa aja yang bisa gue kerjakan untuk gue pribadi, dan untuk NAIF.
Wiraswasta yang gue jalankan sekarang ini yaa baru sama NAIF aja, bikin PT. NAIF Cipta Kreatif, yang sampe sekarang masih terus mengembangkan bisnisnya.
Pernah kepikir untuk bikin bisnis pribadi, seperti buka restoran atau apapun itu bentuk dagang, tapi belum terpikir secara matang. Dan jujur, gue masih dalam tahap nabung terus sampe sekarang.
Yang pasti gue orangnya nggak bisa diem. Gue harus selalu jadwalkan semua kegiatan gue di kalender, biar tersusun rapi. Semuanya bersifat proyekan. Banyak temen gue yang sering sulit ketemu sama gue, sampe akhirnya gue (terpaksa) bilang ke mereka, “Kalo mau ketemu gue, jadilah bagian dalam kesibukan gue.”
Hahaha... Terdengar songong. Tapi, begitulah kenyataannya.
e.Bisa dijelasin sedikit tentang band The Time Travellers dan Raksasa Project? Apa yang elo harapkan dari proyek ini, dan kesulitan apa yang lo hadapin di dua proyek lo ini?
Pep:
Oke. Akan gue jelasin:
1.The Time Travellers sebenernya adalah proyeknya Rio Dalimonthee, seorang gitaris gaek (usianya 72 tahun sekarang, kalo nggak salah), jebolan band jadul, The Timebreakers – yang awalnya didirikan oleh Alfons Faverey dan Franky Luyten, mantan The Tielman Brothers (band bergenre Indorock asal tahun ‘50an yang ngetop di Belanda saat itu).
Seperti rekannya, Andy Tielman, Om Rio Dalimonthee ini juga salah satu pelaku sejarah Indorock. Cuma emang nggak sekondang Tielman. Nah, suatu saat Om Rio pulang ke tanah air – setelah lama tinggal di Jerman – terus ceritanya mau ngangkat lagi Indorock di negara asalnya: Indonesia. Ketemulah ia sama Awan (SORE), yang lalu langsung ngajak beberapa temen lagi, salah satunya gue.
Nama The Time Travellers (TTT) ini hasil usulan gue juga. Gue ini sangat terobsesi sama kisah-kisah perjalanan lintas dimensi waktu. Kebetulan Om Rio mantan pemain band yang namanya The Timebeakers, terus ngajak “anak-anak muda” seperti kami dan mengajak kami “bertualang melintasi waktu” bareng dia, karena ngebawain musik-musik tempo dulu. Gitu filosofinya. Hahahaa...
TTT cuma diproyeksikan sebagai band panggung aja, yang misinya memperkenalkan dan membuka wawasan kepada anak muda sekarang akan sebuah “harta karun” budaya bangsa sendiri yang namanya Indorock, untuk kelak bisa dilestarikan. Jangan sampe kepemilikannya diaku-akuin sama negara lain lagi! Hehehe.
2.Raksasa Project... Nah, kalo ini barulah emang band yang gue bangun bareng Iman Fattah dan Adrian Adioetomo. Pasukan awalnya ditambah sama Eka (Brandals) di vokal dan Sammy (Seringai). Band ini terbentuk hasil comblangan Adib Hidayat (senior editor Rolling Stone Indonesia) di awal Agustus 2008, lewat kegiatan amal Suara Hati Kami yang dimotori Melanie Soebono yang pada saat itu mau ditayangin peluncurannya dalam acara Kick Andy, di Metro TV, 22 Agustus 2008. Waktu itu kami ngebawain lagunya God Bless yang judulnya Raksasa. Makanya nama bandnya akhirnya jadi Raksasa Project.
Sejak 2009 posisi Sammy digantiin sama Bonny Shidarta (Dead Squad), sedangkan Eka digantiin sama Adicumi (Fable).
Raksasa Project diproyeksikan untuk bikin karya lagu sendiri. Ngeband sama anak-anak band lama itu menyenangkan untuk gue. Semua udah tau harus ngapain, jadi nggak repot. Ini jadi semacam refreshing bagi gue.
Gue sih berharap kedua proyek itu berjalan lancar sesuai dengan misinya masing-masing. Yang repot tentu aja ngatur dan nyinkronin jadwal. Apalagi Raksasa Project. Semua personilnya orang sibuk. Hehe.
f.Setau kita, elo sudah mengeluarkan komik, punya band proyekan, dan mungkin akan ada apa lagi yang pengen banget lo kerjain?
Pep:
Sebenernya masih banyak lagi ide dan konsep di otak gue, baik itu yang berhubungan sama NAIF atau nggak. Komik NAIF sebenernya cuma awal dari komik gue. Masih ada judul komik lain setelah serial NAIF selesai, sekarang masih dalam pematangan naskah.
Di luar komik dan dua band proyekan tadi, gue masih akan berencana ngerilis album solo. Sekarang lagi rekaman juga. Belum ada target pasti kapan mau rilis.
Selain itu gue juga sekarang ini baru aja selesai shooting film layar lebar. Hehe. Iseng aja, diajak sama sebuah PH baru, scriptnya bagus, gue suka sama karakter yang gue peranin, jadi deh. Sesimple itu. Gue cuma jadi supporting talent doang sih, tapi cukup bikin hidup cerita film. Peran utamanya sendiri adalah Ridho Roma, Cathy Sharon, Delon, dan Rhoma Irama himself. Target rilisnya di liburan puasa tahun ini, katanya.
Btw, gue punya situs pribadi yang ngejelasin tentang semua kegiatan gue di luar NAIF. Coba aja tengok ke: www.frankiindrasmoro.com.
g.Kalau dikau keluar dari NAIF, maka NAIF akan kehilangan apa kira–kira?
Pep:
Gue sebenernya nggak mau nyombong. Tapi elo nanya sih. Yaa gue musti jawab dengan jujur deh. NAIF akan kehilangan seseorang yang paling kreatif dan briliant! Hahahaaa...
h.Apakah untuk refrensi lo selalu mendengarkan drum? Atau bisa dari instrumen lain kaya trompet, atau mungkin piano?
Pep:
Tentu aja nggak harus dari drum doang dong! Tergantung keperluannya. Kalo untuk bikin lagu, bisa dari semua jenis instrumen. Tapi hanya sebatas jadi referensi lho yaa, bukan memplagiasi.
i.Apa Phobia, Fetish & Guilty Pleasure lo?
Pep:
Gue bisa keringet dingin kalo berada di dalam ruangan sempit yang serba tertutup.
Gimana kalo ada cewek cakep di dalam tu ruangan, makin – makin kali ya keringat dinginnya?
2.Pertanyaan Pilihan:
a.Kampret atau Kalong?
Pep: Kampret. Lebih ngehe aja kedengerannya.
b.Kancut atau kolor?
Pep: Kolor aja deh, biar nggak kancut-kancut amat!
c.Sandal jepit atau bakiak?
Pep: Sandal jepit. At least masih OK untuk dipake nongkrong ke mana-mana.
d.Upil atau belek?
Pep: Upil! Lebih lucu namanya.
Te-Ke: Hahaha....upil & ipil...
e.Flying V atau Washburn ?
Pep: Washburn, pastinya lebih terlihat jantan! Flying V agak-agak genit tapi sok mau keliatan ngerock gitu.
Te-Ke adalah sepasang remaja kakak-beradik yang sedang giat – giatnya menabung.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment